Cerita horor Bayangan di kelas kosong
Bayangan di Kelas Kosong
Sekolah Menengah Atas 3 di kota kecil itu dikenal memiliki sejarah yang kelam. Banyak siswa yang mengatakan bahwa kelas kosong di lantai atas sering dihuni oleh sosok misterius. Namun, bagi Dinda, semua itu hanyalah cerita urban yang tidak lebih dari imajinasi anak-anak.
Suatu sore, Dinda dan teman-temannya, Riko dan Sari, tinggal lebih lama di sekolah untuk menyelesaikan tugas kelompok. Ketika matahari mulai terbenam, suasana kelas yang biasanya ramai terasa semakin sunyi. Riko, yang dikenal suka tantangan, mengusulkan untuk menjelajahi kelas kosong tersebut.
“Ah, ayolah! Kita cuma lihat-lihat,” katanya dengan senyum nakal. Sari terlihat ragu, tetapi akhirnya setuju setelah Dinda mengangguk. Mereka bertiga beranjak menuju tangga ke lantai atas.
Kelas kosong itu terletak di ujung koridor. Pintu kayu tua yang dicat hijau terlihat membusuk, dan suara langkah kaki mereka menggema di sepanjang lorong yang sepi. Begitu sampai di depan pintu, Riko membuka pintu dengan sedikit dorongan. Suara berderit membuat Dinda merinding.
Kelas itu gelap dan berdebu. Meja-meja kayu yang berantakan tampak seperti saksi bisu dari banyak cerita yang tidak pernah terungkap. Dinda melangkah masuk, diikuti oleh Riko dan Sari. Saat mereka mulai menjelajahi ruangan, lampu senter yang dibawa Riko menyoroti dinding yang dipenuhi coretan.
“Mari kita cari tahu kenapa kelas ini ditinggalkan,” ujar Riko, semangat.
Namun, seiring mereka menjelajahi, suasana aneh mulai terasa. Dinda merasakan angin dingin berhembus meski tidak ada jendela yang terbuka. Riko menyarankan untuk mematikan senter dan mencoba merasakan suasana tanpa cahaya. Dinda dan Sari setuju meski dengan ragu. Dalam kegelapan, mereka mulai merasakan sesuatu yang tidak beres.
“Apakah kalian mendengar itu?” Dinda berbisik. Suara berisik terdengar samar, seperti bisikan dari kejauhan. Riko dan Sari saling pandang, ketakutan mulai menyelimuti mereka.
Tiba-tiba, lampu senter Riko mati. “Sial! Lampunya mati!” teriaknya panik. Dalam kegelapan, ketiga remaja itu merasakan hawa dingin yang semakin menyengat. Dinda merasa ada sesuatu di dekatnya, sebuah bayangan gelap yang bergerak di antara meja.
“Mari kita keluar!” Sari berteriak, tetapi saat mereka berusaha menuju pintu, Dinda merasa ada sesuatu yang menghalangi jalannya. Dia berbalik dan melihat bayangan hitam besar melintas cepat di depannya, menghilang di balik meja.
Riko, yang sudah panik, meneriakkan nama Dinda, tetapi suaranya semakin pelan seolah ditelan kegelapan. Dinda merasa jantungnya berdegup kencang. “Riko! Sari! Kita harus pergi!” teriaknya.
Dengan cepat, mereka berusaha menemukan jalan keluar, tetapi pintu seolah terkunci. Saat Dinda berusaha mendorongnya, dia mendengar suara lirih di telinganya, seolah ada seseorang yang memanggil namanya. Dalam ketakutan, dia berbalik dan melihat bayangan itu lagi, kali ini lebih dekat, dengan wajah samar yang tampak penuh kesedihan.
“Bantu… aku…” suara itu berbisik. Dinda merasa terombang-ambing antara rasa takut dan empati. Dia tidak tahu apakah harus melangkah mundur atau mendekat.
“Siapa kamu?” tanya Dinda, suaranya bergetar.
“Dinda… bantu…,” bisikan itu kembali terdengar, lebih mendesak.
Mendengar nama mereka disebut, Dinda berusaha lebih tenang dan bertanya, “Apa yang terjadi padamu?”
Tiba-tiba, bayangan itu bergerak lebih dekat, dan Dinda melihat sosok seorang gadis muda, wajahnya pucat dan matanya kosong. “Saya terjebak di sini… selama-lamanya.”
Dinda dan teman-temannya merasa gelap semakin mencekam. Mereka akhirnya berhasil memukul pintu dengan sekuat tenaga, dan suara berderak dari luar membantu mereka. Akhirnya, pintu terbuka, dan mereka melarikan diri keluar, terengah-engah.
Ketika mereka mencapai tangga, Dinda menoleh ke belakang. Kelas kosong itu kini tampak biasa, seolah tidak ada yang terjadi. Namun, dalam hatinya, dia tahu bahwa bayangan itu tetap ada, menunggu di dalam kegelapan, berharap untuk dibebaskan dari siksaan yang tak kunjung berakhir. Sejak malam itu, Dinda tak pernah lagi berani menjelajahi kelas kosong itu, dan rahasia kelam sekolah itu tetap terpendam, menunggu untuk diungkap.
0 Response to "Cerita horor Bayangan di kelas kosong"
Posting Komentar